Kamis, 20 November 2008

Kurindu Ramadhan-Mu Ya RABB

Rindu Ramadhan meski kita masih ada di tengah-tengahnya. Merindu Ramadhan meski kita belum meninggalkan bulan mulia ini dan harus menunggu sebelas bulan ke depan. Ya, Ramadhan memang pantas untuk dirindu karena berjuta hikmah terkandung di dalamnya.

Ramadhan, suatu momen penempaan diri untuk menjadi manusia yang lebih baik. Bulan puasa untuk menahan diri dari semua hawa nafsu yang seringkali dominan pada diri kita. Bukan sekadar hawa nafsu untuk makan, minum dan syahwat yang harus ditahan, tapi nafsu-nafsu lain yang negatif dan nggak sesuai syariat juga harus dikontrol. Sehingga, selepas bulan Ramadhan, ajang latihan ini bisa langsung dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari. Manusia akan mencapai derajat muttaqin (orang-orang yang bertakwa). Insya Allah.

Namun, kenapa eh kenapa ya, selepas bulan Ramadhan, lepas pula seluruh kontrol hawa nafsu tadi? Seakan-akan Idul Fitri yang menjadi penanda usainya Ramadhan, menjadi penanda kebebasan hawa nafsu. Bukannya (mengharap) bebas dari api neraka, tapi malah semangat kebebasan untuk melakukan maksiat seperti bulan-bulan sebelumnya. Duhhh….


Kurindu Ramadhan

Ketika masjid-masjid jadi semarak dengan suara tadarus al-Quran. Ketika malam-malam jadi hidup dengan makan sahur dan qiyamul lail. Ketika siangnya adalah ajang menahan diri dari segala hal yang sia-sia apalagi maksiat. Ketika tiap diri ingin meraih pahala dengan bersedekah sebanyak-banyaknya. Ketika diskotik, bar, pub, rumah mesum dan lokalisasi kompak untuk tutup (meski sementara).

Dan rindu itu akan semakin kental ketika selepas Ramadhan, kemaksiatan seakan menemukan pembenaran. Semua tempat maksiat yang selama Ramadhan tutup, kembali dibuka dan semakin ramai pengunjung. Naudzhubillah.

Maka, rindu Ramadhan itu semakin kental dan pekat. Rindu Ramadhan berarti rindu tutupnya tempat-tempat maksiat, selamanya. Bukan sementara.

Tidak ada komentar: